BELITUNG TIMUR, BI – Desa Tanjung Kelumpang adalah 1 (satu) desa dari 19 desa yang menyelenggarakan pilkades serentak menjadi sorotan. Anjas salah satu calon dari desa tersebut bukan hanya karna peraih suara terbanyak pada pemilihan tersebut adalah calon termuda, namun selisih suara yang sangat tipis yakni 2(dua) suara menjadi permasalahan. Dan menuai keberatan dari calon yang kalah.
Anjas Ansari mengatakan, Keberatan disampaikan oleh calon no urut 2 Munziri kepada panitia atas kemenangan calon no urut 1 Anjas ansari. Permasalahan ini di ambil alih oleh panitia pemilihan tingkat kabupaten dan di putuskan untuk dilakukan PSU (pemungutan suara ulang) di TPS yang dianggap bermaslah yakni TPS 6 pulau Batun Desa Tanjung Kelumpang berdasarkan berita acara no : 140/36/BA.DSPMD/IV/2020 yg berisi harus d lakukan PSU karna terdpat 14 pemilih yang menggunakan hak pilih nya di TPS tersebut namun tidak teraftr di DPT.
“Sebagai peraih suara terbanyak saya menyesalkan keputusan yang di ambil oleh panitia pemilihan kabupaten dan siap menempuh jalur hukum. Melalui Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Untuk Bangsa Indonesia (KUBI). Seharusnya tidak ada PSU di TPS tersebut karna keputusan PSU hanya berdasarkan oleh keberatan salah satu calon yang di sampaikan sebelum adanya penetapan oleh Bupati” ujar Anjas menyesalkan.
Pria yang juga mantan pengawas pemilu ini menambahkan panitia sejak awal telah menghilangkan hak konstitusi warga tanjung kelumpang dengan banyaknya pemilih yang memenuhi syarat yang tidak terdaftar di dalam DPT, sementara perda mengatur acuan penetapan DPT pilkades harus mengacuh pada DPT pemilu sebelumnya yaitu pemilu 2019 lalu. Nah ini banyak masyarakat yang terdftar saat pemilu 2019 lalu sekarang tidak terdaftar di pilkades 2020 Ini kan aneh.
Ini kan menghilangkan hak pilih orang.
“Kita sudah serahkan kan kuasa ke tim Advokasi KUBI ini. Kita tempu ini agar penyelenggara tetap pada rel regulasi dan tidak terjadi lagi hal serupa.
Intinya kita lakukan upaya upaya hukum” ungkap Anjas.
Sementara itu Wakil Ketua sekaligus Tim Advokasi KUBI , Cahya Wiguna S.H mengatakan telah menerima kuasa dari klien nya Anjas Ansari pada hari Jum’at 24 Juli 2020, jadi berdasarkan Bukti- bukti yang disampaikan oleh klien kami, serta penelusuran dan pendokumentasian hukum yang kami lakukan, bahwa rencana untuk melakukan PSU itu patut diduga cacat hukum karena tidak sesuai secara prosedural, karena syarat untuk dapat dilakukan PSU sebagaimana Perda Kab.Beltim Nomor 10 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Kepala Desa, yang pada pokoknya untuk dapat dilaksanakan PSU itu berdasarkan hasil Penilitian dan Pemeriksaan bukan dari surat keberatan” Ungkap Anjas
Ditegaskan kembali dari Anjas , pemilih yang menggunakan hak pilih nya pun adalah penduduk yang memiliki KTP Desa tersebut, terlepas dia tidak terdaftar pada DPT hal itu merupakan kelalaian dari panitia pemilihan yang tidak memasukan ke dalam DPT, namun secara Konstitusi Hak untuk memilih (Recht To Vote) harus dijaga dan tetap ada yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang, maupun konsvensi internasional. maka pembatasan, penyimpangan, peniadaan dan penghapusan hak untuk memilih merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Warga negara, karena orang tersebut merupakan penduduk yang memiliki KTP desa tersebut sehingga sudah tentu mempunyai Hak Pilih untuk menggunakan Hak Pilih nya.
“Jadi berdasarkan hal di atas upaya-upaya hukum akan kami lakukan apabila hal itu tetap dilaksanakan untuk membela kami sampai hak dan kepentingannya dirasa terpenuhi” Pungkas Anjas(Fuad/Suryadi)