Portal Berita Lugas danTerpercaya Berdasarkan Fakta
Daerah  

Bipartit Deadlock Kuasa Hukum Lanjutkan Upaya Tripartit Terkait Dugaan PHK Sepihak Salah Satu Pekerja PT LCL

MUARA ENIM || Buserindonews.com  — Merasa dirugikan Indra (34) warga kelahiran desa Gunung Raja, yang merupakan karyawan PT Lematang Coal Lestari (LCL) bekerja sebagai operator excavator alat berat. Akhirnya menuntut hak pesangonnya yang tidak dibayar perusahaan akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Melalui pengacaranya Elvandes HM, SH menyampaikan bahwa telah melakukan upaya Bipartit perundingan dengan pihak perusahaan bertempat dikantor PT LCL Desa Gunung Raja Kecamatan Rambang Niru, namun tidak menemukan solusi alias Deadlock.pada Rabu (20/04/22)

Menurut Elvandes SH, penyelesaian Hak Buruh atau pekerja bisa dibayar sesuai dengan ketentuan UU no 13 tahun 2003 pasal 156 ayat 1 Selain itu ia menjelaskan bahwa berdasarkan UU no 13 tahun 2003 pasal 153 ayat 1 perusahaan tidak boleh memecat pekerja dalam keadaan sakit apabila terjadi pemecatan pekerja dalam keadan sakit maka pihak perusahaan wajib, harus membayar pesangon 2 kali ketentuan berdasarkan peraturan perundang yang berlaku pasal 156 ayat 1 UU no 13 Tahun 2003.

Jadi harus dibayar dan diselesaikan oleh pihak perusaahan hak hak pekerja berupa pesangon 18 bulan dan hak penghargaan masa kerja sebanyak 4 bulan serta uang perumhan dan kesehatan sebesar 15 persen dari total hak pesangon dan masa kerja. Belum lagi hak cuti dalam 1 tahun 12 kali cuti dan ini pun belum juga diselesaiakan,” ungkapnya

Lanjut advokat muda ini menegaskan dari hasil perundingan Bipartit yang tidak menemukan solusi untuk itu dirinya selaku kuasa hukum pekerja akan mengambil langkah hukum melalui Pemerintah Kabupaten Dinas Tenaga Kerja muara enim untuk selanjutnya melakukan perundingan tripartit dengan harapan hak hak pekerja bisa diselsaikan.

Kuasa hukum Pekerja Elvandes HM.SH juga menerangkan penting diketahui juga bahwa saudara indra ini bekerja sejak tahun 2012 artinya kita melihat peristiwa hukumnya yang terjadi. tetap menggunakan UU no 13 tahun 2003 sebagai dasar hukum penyelesaian. dipertegas kembali oleh keputusan Mahkamah konstitusi.

“Jelas Bahwa dasar hukum yang dipergunakan oleh para pekerja ataupun sebagai pengugugat terhadap tergugat pengusaha atau perusahaan adalah regulasi undang no 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan, walaupun kita ketahui saat ini sudah ada undang undang no 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun berdasarkan pututusan mahkamah konstitusi MK nomor 91/puu-XlX/2020 yang dibacakan pada tangal 25 november 2021, dinyatakan cacat secara formil.”,Terangnya

Masih kata Elvandes SH mengatakan MK menyatakan UU cipta kerja cacat bersyarat, dilain pihak hubungan kerja antara pengugat dan tergugat terjadi sebelum berlakunya UU nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja, secara umum berlaku azas konsensualisme yang artinya para pihak yg mengadakan perjanjian itu harus sepakat setuju,

“hal ini disebut secara umum dalam pasal 1320 KUHPERDATA jo pasal 1338 KUHPERDATA. Serta lebih khusus lagi asalahnpasal 52 ayat( 1) hurup (a) yang berbunyi : “Perjanjian kerja dibuat atas dasar : a. Kesepakatan kedua belah pihak”. Dengan demikian dapat disimpulkan secara yuridis formal dasar hukum yang dipergunakan adalah bukan UU nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja termasuk peraturan pelaksanaanya : bahwa berdasarkan hal hal tersebut diatas , baik Fakta maupun posita diatas serta dasar hukum positip yg di pergunakan,”Tandasnya

“Intinya kita telah melakukan PHK sesuai aturan dan hak hak pekerja sudah dibayar sesuai aturan, terkait PHK telah sesuai UU Nomor 13 tahun 2003 pasal 168 ayat 1, 2 dan 3, ini maslaah prinsip bagi perusahaan

Kami siap kalau memang harus sampai PHI,” pungkas Sumantro reporter ( Edi Sanjaya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *