Purwakarta buserindonews.com – Ironis memang disaat pandemi covid-19 mewabah dinegri ini, nasib para petani pemilik tanah ataupun petani penggarap sangatlah merugi, dikala pupuk susah, kalaupun ada harganya selangit. Pupuk urea biasanya Kwintal itu hanya 180 Ribu, kini harganya mencapai 700 Ribu/kwintal, itu pun sulit mendapatkannya, apalagi pupuk sejenis TSP, TS, SP-36, ZA harganya lebih mahal lagi.
Adapun harga Gabah kering ada dikisaran angka Rp.500/kg, sangatlah jauh dari keuntungan yang didapat dibandingkan dengan biaya operasional yang tinggi, belum lagi susahnya mendapatkan pupuk subsidi, padahal petani sebetulnya salah satu faktor yang menjadi menjadi ujung tombak penghidupan perekonomian bangsa ini.
Saat Pemerintah membuat program kartu tani, untuk para petani yang digunakan untuk membeli pupuk bersubsidi, sesuai Peraturan Menteri Pertanian No.47.Tahun 2017, hal ini bertujuan agar penyaluran pupuk bersubsidi tepat sasaran, sesuai Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
Namun disinyalir pendataanya tidak akurat yang dilakukan oleh Ketua/Pengurus Kelompok Tani, bagi si penerima kartu, maupun jumlah pupuk subsidi yang akan didapatkan oleh sipenerima yang disesuaikan dengan luas lahan. Hal ini di benarkan oleh salah seorang petani Wawan, Jum’at, (30/10/2020) ketika sudah mendaftar untuk mendapatkan kartu tani, malahan ia mendapatkan kartu tani bukan atas nama dirinya, punya orang lain yang mungkin berhak mendapatkan ataupun tidak berhak dikasihkan oleh salah satu pengurus kelompok tani yang ada di Wilayah Plered Purwakarta Jawa Barat sama sdr.Wawan.
Wawan menuturkan “saya telah mendaftar sudah lama untuk mendapatkan kartu tani melalui ketua kelompok tani yang ada diwilayah ini, namun tak kunjung menerima, sedangkan yang lain sudah ada yang mendapatkan kartu tersebut, malahan yang aneh kenapa saya mendapatkan kartu tani atas nama orang lain, yang diberikan oleh salah satu pimpinan kelompok tani yang ada di Desa Cibogogirang Kec.Plered Purwakarta Jawa Barat.
Jelas ini sudah menyalahi aturan, ” tuturnya. Hal ini terjadi pula pada diri saya, dimana bagian dari aktivitas saya selain jurnalis juga sebagai petani, namun nasib lebih buruk akibat dari ketidak seriusan kelompok tani dalam mengurus anggotannya dalam hal ini para petani untuk mendapatkan kartu tani dan mendapatkan pupuk bersubsidi, dimana saya setelah lebih dari setahun sudah menyerahkan KK, dan KTP kepada ketua kelompok tani sebagai prasyarat mendapatkan kartu tani, tapi apa ketika yang lainnya sudah banyak yang mendapatkan kartu tersebut, walupun belum bisa digunakan, padahal musim tanam sudah dilakukan, dan petani butuh pupuk dasar tapi kartu tersebut belum bisa digunakan, dan saya belum mendapatkan kartu tersebut.
Saya berharap agar pemerintah melalui dinas pertanian lebih selektif dalam pengelolaan program program dari pemerintah jangan asal asalan. ( Saepul Bahri, S.Ag)