SEPUTAR DEBT COLLECTOR (DC) PART I
BY RIKI BAEHAKI, S.H.,M.H.
Pengertian yang berkaitan dengan Debt Collector (DC)
Berikut adalah beberapa pengertian yang berkaitan dengan DC dimaksud:
Debt Collector: seseorang atau badan usaha yang memiliki tugas untuk melakukan penagihan hutang atas nama kreditur.
Piutang: merupakan jumlah uang yang harus diterima oleh suatu pihak dari pihak lain yang telah melakukan pembelian atau penggunaan jasa.
Jaminan: merupakan suatu objek yang diberikan oleh peminjam atau debitur kepada kreditur sebagai jaminan atau jaminan untuk pembayaran kembali hutang atau kredit yang telah diberikan.
Hipotek: adalah bentuk jaminan kredit yang diberikan pada properti seperti tanah atau bangunan, di mana properti tersebut dijadikan sebagai jaminan untuk pembayaran kembali hutang atau kredit yang telah diberikan.
Fidusia: adalah bentuk jaminan kredit yang diberikan pada barang bergerak, di mana barang tersebut dijadikan sebagai jaminan untuk pembayaran kembali hutang atau kredit yang telah diberikan.
Semua pengertian ini saling terkait dalam konteks tindakan pengambilan jaminan oleh debt collector yang dapat dilakukan dengan menggunakan jaminan dalam bentuk hipotek atau fidusia sebagai sarana untuk memperoleh kembali piutang yang belum dibayar.
BAGAIMANA DC DALAM MENGEKSEKUSI JAMINAN?
Sebelum seorang debt collector dapat mengambil jaminan, mereka harus terlebih dahulu melakukan tindakan pengumpulan piutang melalui cara-cara yang diizinkan oleh hukum, seperti mengirimkan surat peringatan atau melakukan panggilan telepon.
Jika piutang tidak dilunasi setelah upaya ini, maka seorang debt collector dapat melakukan tindakan hukum untuk mengambil jaminan.
Tergantung pada jenis jaminan yang dimaksud, tindakan yang dilakukan oleh debt collector dapat berbeda-beda.
Misalnya, jika jaminan yang dimaksud adalah aset yang dapat diambil alih secara fisik, seperti kendaraan atau peralatan, maka seorang debt collector dapat menyita aset tersebut untuk dijual dan digunakan untuk membayar piutang.
Namun, jika jaminan yang dimaksud adalah jaminan yang diberikan pada suatu kredit, seperti rumah atau properti, maka seorang debt collector harus mengikuti prosedur hukum yang rumit untuk mengambil jaminan tersebut.
Proses ini melibatkan pengajuan gugatan ke pengadilan dan memperoleh putusan pengadilan yang memberikan izin untuk mengambil jaminan.
Penting untuk diingat bahwa debt collector tidak diizinkan untuk menggunakan tindakan yang merugikan atau mengancam fisik atau emosional kepada pihak yang berutang.
Jika Anda merasa bahwa seorang debt collector telah melanggar hak-hak Anda, Anda dapat mengajukan pengaduan kepada otoritas yang berwenang atau mencari bantuan dari pengacara yang ahli dalam masalah hukum ini.
DASAR HUKUM
Dasar hukum untuk tindakan pengambilan jaminan oleh debt collector adalah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penagihan piutang, yaitu:
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang mengatur hak dan kewajiban konsumen dalam melakukan transaksi jual beli, termasuk dalam hal pembayaran utang.
Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Hak Milik, yang mengatur tentang jaminan kredit dalam bentuk hipotek atas tanah dan bangunan.
Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang mengatur tentang jaminan kredit dalam bentuk fidusia atas barang-barang bergerak.
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang mengatur tentang jaminan kredit dalam bentuk pensiun atau asuransi.
Selain itu, tindakan pengambilan jaminan oleh debt collector juga harus mengikuti aturan dan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, seperti Peraturan Bank Indonesia No. 14/31/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah, atau Peraturan Bank Indonesia No. 18/10/PBI/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko Pembiayaan Bagi Bank Umum dan Unit Usaha Syariah.
Jika terjadi pelanggaran dalam proses pengambilan jaminan, maka pihak yang berutang dapat melakukan tindakan hukum untuk melindungi hak-haknya.
SUMBER:
Berikut adalah beberapa sumber referensi yang dapat digunakan untuk informasi lebih lanjut tentang topik ini:
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Hak Milik.
Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Peraturan Bank Indonesia No. 14/31/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah
Peraturan Bank Indonesia No. 18/10/PBI/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko Pembiayaan Bagi Bank Umum dan Unit Usaha Syariah.
Selain itu, informasi lebih lanjut dapat diperoleh dari buku-buku, artikel, dan situs web yang berkaitan dengan hukum perbankan, jaminan kredit, dan penagihan piutang.
Pastikan untuk selalu memeriksa sumber informasi yang Anda gunakan dan memastikan bahwa sumber tersebut dapat dipercaya dan berkompeten dalam bidang yang dibahas. (**)