Blora ll buserindonews.com – Dalam sidang meja hijau terkait status tanah balai Desa Nglarohgunung, Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora, sudah masuk persidangan yang ke-empat.
Persidangan saksi tergugat II, kasus sengketa tanah yang ditempati Balai Desa Nglarohgunung kembali digelar pada. Senin, 12/02/2024, waktu 13.00 Wib, di Pengadilan Negeri (PN) Blora.
Dalam persidangan tersebut dipimpin oleh hakim Muhamad Fauzan Haryadi, Anggota Hakim, Suryo Jatmiko Mahartoyo Sukmo dan Ahmad Gazali. Dari saksi tergugat ll, yaitu Sarijan dan Edi Nugroho (anggota BPD).
Dari keterangan saksi tergugat ll, Sarijan dan Edi Nugroho, kuasa hukum Surodjo, Farid Rudiantoro mengatakan bahwa saksi tergugat ll dalam keterangannya tidak ada bukti valid dan tidak berkompeten.
“Dari hasil persidangan Ke empat, antara ll saksi, dari tergugat ll, untuk kesimpulannya saya menyimpulkan begini, berkaitan dengan tanah yang diakui milik desa, ternyata, tidak ada bukti valid dan kepemilikan yang sah. Saksi sidang kali ini menyampaikan bahwa dasar kepemilikan tanah yang ditempati balai desa tersebut diambil dari kesepakatan MUSDes,” terang kuasa hukum Surodjo.
Lanjut Farid mengatakan bahwa musdes tidak bisa dijadikan acuan kepemilikan suatu aset tanpa adanya data dan berkas valid yang menyatakan kepemilikan yang sah.
“Satu, dia (saksi tergugat ll) tidak tau untuk tanah itu tidak ada dasar kepemilikannya, apa karena MUSDes? apakah MUSDes itu, sesuatu yang bisa membuat hak, kepemilikan?”
“Yang ke dua, jika dimasukan MUSDes itu tanah, tanah kepemilikan pribadi, kenapa dibawa ke MUSDes? ini yang tidak dimengerti oleh pihak di desa itu, tetapi tetap saja ngotot.”
“Padahal sudah jelas oleh saksi-saksi berikutnya tidak berkompeten. Yang ditanya yang digugat itu, adalah tanah itu punya Mbah Surudjo, Mbah Surudjo kan jelas, asal usulnya dari Bu Tarsih, dan Bu Tarsih mengakui, bahwa Bu Tarsih telah menjual tanah tersebut kepada pak Surodjo.” Jelasnya.
Dalam sidang tersebut, saksi tergugat II Sarijan membenarkan bahwa asal mula kepemilikan tanah itu adalah milik Tarsi. Namun, ia mengatakan bahwa Tarsi menjualnya kepada almarhum Mujiono (mantan Kades setelah periode Surodjo).
“Ketika hakim mempertanyakan alat bukti transaksi jual beli yang dimaksud, saksi Sarijan mengucap tidak tahu. Ia menambahkan bahwa dirinya hanya mendengar dari cerita yang beredar,” terang Farid.
Dalam keterangan saksi tergugat ll Sarijan mengungkapkan, dirinya merupakan perangkat desa saat pembangunan Balai Desa Nglarohgunung pada tahun 1992.
“Dulunya, saya sebagai perangkat desa. Awalnya, balai desa itu di sebelah SD. Karena ada program Joglo desa dan tanah yang ditempati tidak muat untuk joglo itu, lalu pak Surojo berusaha mencari tanah,” ungkap Sarijan.
Perlu diketahui, Surojo menjadi kades Nglarohgunung pada periode tahun 1989 sampai 1997 kemudian dilanjutkan oleh Mujiono (almarhum) yakni periode tahun 1997 sampai 2005.
Sementara itu, saksi kedua yakni Edi Nugroho yang merupakan Anggota BPD Desa Nglarohgunung menerangkan bahwa, MUSDes 2022 menghasilkan kesepakatan soal kepemilikan tanah yang ditempati balai Desa Nglarohgunung adalah milik desa.
Musdes yang dilaksanakan tanggal 15 Desember 2022 tersebut dihadiri oleh pihak Forkopimcam yang terdiri dari camat, kapolsek, dan perwakilan dari koramil.
Dari pihak desa dihadiri oleh kades dan 4 perangkat desa antara lain Subeno, Zainan Naim, Oemi Daneti dan Saridjan. Sedangkan ada 3 orang perangkat desa yang tidak hadir dalam musdes tersebut, antara lain Saminah, Lasmin dan Sri Widayaningsih.
Sedangkan dari pihak Surojo, Edi menyebut ada tiga orang yang hadir yakni, Suntaji, Sri Widayaningsih dan Hedi Supeno merupakan menantu Surodjo.
Selanjutnya Hakim menanyakan, masalahnya apa yang dibicarakan ketika musdes, lantas dijawab oleh Edi bahwa musdes tersebut membahas status kepemilikan tanah yang ditempati balai desa, dimana Surodjo mengaku bahwa tanah tersebut adalah milik pribadinya.
“Membicarakan asal muasal tanah tersebut. Saya itu mengundang saksi (Bu Tarsi) tidak datang, saya mengundang pak Joko (mantan kades) tidak datang, saya mengundang pak Surodjo juga tidak datang,” terang Edi.
Edi menyebut, bahwa saat MUSdes pihak keluarga Surodjo telah menyampaikan argumen terkait kepemilikan tanah tersebut atas nama Surodjo. Hal ini dibuktikan dengan ditunjukkannya alat bukti pembelian tersebut.
“Ada, salinan jual beli,” jawab Edi saat hakim menanyakan bentuk alat bukti transaksi.
Selanjutnya Hakim kembali menanyakan terkait alat bukti kepemilikan desa sebagaimana yang telah diakui oleh pihak tergugat.
“Ada buku kuning atau buku inventaris. Saya membaca, dulu buku inventaris balai desa yang ditunjukkan di forum, tertulis pada tahun 1995 ada yang menjual tanah kosong untuk dibelikan tanah yang didirikan balai desa, kantor PKK, kalimatnya seperti itu,” ungkap Edi.
Selanjutnya Hakim menanyakan, dengan adanya saling klaim ini, pada akhirnya kesimpulan apa yang diambil.
“Karena Forkopimcam tidak berani memutuskan tanah itu, karena tanah itu untuk negara, akhirnya forkompincam memutuskan dan saat itu tidak ada pertentangan, akhirnya pihak Forkopimcam memvoting, karena tidak ada permintaan dari keluarga pak Surodjo. Dan yang datang saat itu anak-anaknya, antara lain pak Suntaji, Sri Widayaningsih dan Hedi Supeno merupakan menantu pak Surodjo,” beber Edi.
Selanjutnya, Edi menjawab tidak tahu saat hakim bertanya mengenai alur cerita kepemilikan tanah tersebut sehingga menjadi tanah aset negara.
Hal tersebut memperkuat adanya dugaan fitnah yang dilaporkan oleh klien dari Farid Rudiantoro, yakni Surodjo, dimana saksi tergugat II tidak dapat membuktikan argumen dan keterangan menggunakan data valid.
Edi mengaku bahwa pihaknya tidak mengetahui soal letak bidang tanah kosong dan hasil pembelian dipergunakan untuk apa seperti yang dituduhkan oleh tergugat kepada penggugat (Surodjo).
Perlu diketahui bahwa, kuasa hukum Farid Rudiantoro menyebut, awalnya kliennya (Surodjo) yang merupakan mantan kades pemilik tanah Balai Desa Nglarohgunung berniat untuk mengurus sertifikat kepemilikan tanah dan menghibahkan tanah miliknya tersebut untuk kepentingan desa.
Namun, karena merasa tidak terima atas fitnah yang diduga dilakukan oleh kades Nglarohgunung, bahwa Surodjo dituduh menjual tanah GG untuk pembelian tanah tersebut, maka Surodjo melaporkan oknum kades Nglarohgunung dan menggugat status kepemilikan dari tanah yang ditempati Balai Desa Nglarohgunung.
“Sekarang konsekuensi hukumnya gara – gara Mbah surodjo menggugat itu, karena sakit hati dengan omongan si kades itu, dan didalam persidangan ini ternyata tidak bisa membuktikan. Dan disinilah tempat mencari keadilan, dan disinilah sudah terkuak semuanya.” Farid memungkasinya.
(Angga)