SMA NEGERI 1 PARIGI MELEGALKAN JUAL BELI LKS DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH

Kabupaten Pangandaran buserindonews.com-Pendidikan merupakan bagian terpenting dalam setiap kehidupan manusia. Pendidikan adalah kebutuhan pokok setiap individu. Oleh karena itu, pentingnya pendidikan, pemerintah mewajibkan pendidikan setidaknya selama 9 tahun dan disarankan lebih dari itu. Sekilas, kita bisa membedakan bagaimana cara bersikap dan cara berpikir antara mereka yang berpendidikan dan yang tidak tuntas dari segi pendidikannya.

Larangan penjualan buku paket/LKS di lingkungan sekolah itu didasarkan pada UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

Dengan dua payung aturan itu, Menteri Pendidikan Nasional (pada saat itu) telah menerbitkan Peraturan Mendiknas No 2/2008 tentang Buku.

Pasal 11 Peraturan Mendiknas No 2/2008 melarang sekolah bertindak menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik.

Ditegaskan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, praktik jual beli lembar kerja siswa (LKS) atau buku penunjang siswa yang dilakukan pihak sekolah dan biasanya bekerja sama dengan penerbit atau pihak ketiga lainnya merupakan pungutan liar.

Pasalnya, jual beli LKS telah melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 75/2016 tentang Komite Sekolah Pasal 12 ayat 1.

Dalam permen tersebut ditegaskan Komite Sekolah baik perseorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam atau bahan pakaian seragam di sekolah.

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad pun pernah menegaskan, praktik jual beli LKS masuk dalam kategori bahan ajar di sekolah dan tidak bisa dibenarkan sehingga harus dihentikan.

Meskipun telah ada larangan aturan yang jelas bahkan secara langsung menteri pendidikan telah melarang pengunaan Lembar Kerja Siswa ( LKS) sebagai media pembelajaran di sekolah. Namun kepala sekolah dan guru Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Parigi masih mewajibkan siswanya untuk membeli buku LKS atau buku penunjang siswa tersebut.

LKS sebenarnya boleh digunakan asal dibuat oleh guru dan tidak diperjualbelikan.

Dalam Kurikulum 2013, LKS sudah diintegrasikan dalam buku pelajaran yang diberikan pemerintah, dan LKS yang diperjualbelikan terpisah dengan buku melanggar Permendikbud tersebut.

Ketika hal tersebut dikonfirmasi kepada kepala sekolah SMAN 1 Parigi, Nana Priatna  tidak ada ditempat. Menurut Wakasek kurikulum, Cecep kepala sekolah sudah pulang karena ada urusan keluarga.

Melalui keterangan yang di dapat dari wakasek, beliau membenarkan ada nya penjualan LKS di semua SMA di wilayah pangandaran khususnya di SMA Negeri 1 Parigi.

“Benar sekolah kami memperjual belikan LKS namun penjualannya dilakukan di koperasi sekolah.

Ya walau harus menerjang sistem dan larangan yang ada tetap kami lakukan demi menunjang pendidikan bagi siswa. Kami pun tidak meminta siswa langsung melunasi tapi bisa juga dicicil. Coba konfirmasi ke ibu Noni bendahara koperasi sekaligus guru di sekolah kami.” ujar wakasek cecep. Kamipun mencoba menghubungi ibu noni via whatsapp. Serupa dengan pernyataan Wakasek cecep, bu noni pun menjelaskan hal yang sama dan dengan sangat tegas menyatakan ” untuk masalah LKS bisa langsung ditanyakan kepada kepala sekolah dan bendahara sekolah, karena beliau-beliau lah yang bersangkutan, saya hanya bertugas mencatat saja.” jelas bu noni via telp whatsapp.

Akhirnya, tim memutuskan untuk kembali keesokan harinya, tim pun berhasil bertemu dengan kepala sekolah. Ketika tim mengkonfirmasi pernyataan wakasek tersebut, dengan tegas dan setengah membentak tim, kepala sekolah Nana Priatna yang didampingi bendahara sekaligus kepala koperasi Wawan mengelak pernyataan wakasek cecep dengan dalih yang menjual adalah koperasi sekolah karena koperasi adalah sebagai distribusi bahan-bahan keperluan siswa di sekolah.

Bahkan konfirmasi yang pada awalnya berjalan baik dan lancar malah memanas karena kepala sekolah tetap mengelak walau kami memberikan data akurat mengenai hal tersebut.

Ketika editor berita dari tim kami menyodorkan hasil wawancara saat itu, kepsek dan bendahara sekaligus kepala koperasi wawan emosi dan malah berkata:
Silahkan saja mau diberitakan jelek, paling nanti saya dipanggil oleh kadisdik, saya yang terkena dampaknya dan berita yang dimuat bakal mempengaruhi citra SMA kami.” ujar kepala sekolah setengah menantang. Dan nada yang cukup tinggi.

Tidak disangka bahwa seorang intelektual dapat berkata demikian bahkan terkesan ada yang ditutupi dengan nada demikian. Bagaimana tanggapan dinas terkait hal ini?

( Red)

[wp_reusable_render id='61694']

Respon (2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *